Merdeka (MI) : Kasus perbekingan di Batam yang dilakukan sejumlah
anggota TNI tengah jadi sorotan. Kasus bentrokan awal di Batam bulan
lalu bahkan dipicu saat beberapa anggota TNI AD mengawal tempat
penimbunan BBM ilegal. Penelusuran merdeka.com di Batam, sejumlah
anggota TNI AD juga membekingi tempat hiburan malam.
Namun tak semua anggota TNI berkelakuan seperti itu. Seorang kopral di salah satu batalyon infanteri di Jakarta memilih menambah penghasilan dengan cara menjadi tukang ojek.
Setiap sore, jam 16.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB, Kopral Agus (bukan nama sebenarnya) mangkal di kawasan Cawang. Dia memilih ngojek daripada menjadi beking atau mengawal pengusaha.
"Enak ngojek Mas. Nggak ada risikonya, selain halal juga membantu orang yang mau berpergian," kata Kopral Agus saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
Agus mengaku gaji sebagai kopral di TNI AD tidak besar. Setelah dipotong pinjaman dan cicilan sana-sini, rata-rata uang yang diberikan untuk keluarganya bahkan kurang dari satu juta.
"Kalau ngojek, saat ramai bisa dapat Rp 150.000. Kalau sepi Rp 50.000 rata-rata. Lumayan nambah-nambah," kata anggota pasukan baret hijau ini.
Menurut Agus dia tak mau jadi beking. Selain melanggar hukum juga berpotensi ribut antar sesama anggota. Apalagi jadi beking tempat hiburan malam atau bisnis ilegal. Bisa-bisa ketahuan komando garnisun atau ribut dengan polisi.
"Saya nggak mau gitu-gituan (jadi beking). Biar ngojek saja. Memang uangnya nggak banyak, tapi kalo jadi beking malu-maluin nama tentara," kata dia.
"Teman saya ada yang kalau malam bawa angkot. Nyupirin angkot punya orang gitu. Ya buat tambah-tambah saja. Ya yang nakal banyak, tapi nggak usah diceritain. Nggak enak teman sendiri," katanya.
Agus meminta namanya disamarkan. Dia malu kalau ketahuan komandannya masuk berita gara-gara ngojek. Tapi dia tak masalah kisahnya ditulis.
"Ya ini buat cerita saja. Nanti aku terkenal gara-gara sampeyan, bukan gara-gara prestasi tapi ngojek. Malu nanti disorakin," katanya sambil tertawa.
Agus bukan satu-satunya TNI yang jadi tukang ojek. Seorang anggota Kodim ada yang ngojek di kawasan Pondok Gede. Pria itu berpangkat Pembantu Letnan Dua. Tinggal menunggu waktu sebelum dirinya pensiun.
"Kalau malam saya ngojek. Kadang sampai jam 11.00 WIB, karena di sini kan jam segitu masih rame. Biasanya yang pulang kerja sampai malam dari Jakarta," katanya.
Tak ada perasaan malu dari bapak TNI itu. Menurutnya ngojek lebih baik daripada ngobyek jadi beking.
"Lho, cari uang nggak pakai seragam kok. Lebih bagus ngojek daripada nakut-nakutin orang sama ngawal-ngawal."
Kapuspen TNI Mayor Jenderal Fuad Basya yang diawancarai merdeka.com mengakui masih ada prajurit TNI terpaksa ngojek untuk menambah penghasilan. Walau secara aturan dilarang, tapi Fuad mengaku bisa memakluminya.
"Secara aturan tidak ada yang mengizinkan itu. Terutama para perwira karena sudah dicukupi dari tunjangan. Kalau prajurit kan tidak punya tunjangan jabatan, mungkin cari waktu bisa-bisa saja," kata Mayjen Fuad.
Namun tak semua anggota TNI berkelakuan seperti itu. Seorang kopral di salah satu batalyon infanteri di Jakarta memilih menambah penghasilan dengan cara menjadi tukang ojek.
Setiap sore, jam 16.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB, Kopral Agus (bukan nama sebenarnya) mangkal di kawasan Cawang. Dia memilih ngojek daripada menjadi beking atau mengawal pengusaha.
"Enak ngojek Mas. Nggak ada risikonya, selain halal juga membantu orang yang mau berpergian," kata Kopral Agus saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
Agus mengaku gaji sebagai kopral di TNI AD tidak besar. Setelah dipotong pinjaman dan cicilan sana-sini, rata-rata uang yang diberikan untuk keluarganya bahkan kurang dari satu juta.
"Kalau ngojek, saat ramai bisa dapat Rp 150.000. Kalau sepi Rp 50.000 rata-rata. Lumayan nambah-nambah," kata anggota pasukan baret hijau ini.
Menurut Agus dia tak mau jadi beking. Selain melanggar hukum juga berpotensi ribut antar sesama anggota. Apalagi jadi beking tempat hiburan malam atau bisnis ilegal. Bisa-bisa ketahuan komando garnisun atau ribut dengan polisi.
"Saya nggak mau gitu-gituan (jadi beking). Biar ngojek saja. Memang uangnya nggak banyak, tapi kalo jadi beking malu-maluin nama tentara," kata dia.
"Teman saya ada yang kalau malam bawa angkot. Nyupirin angkot punya orang gitu. Ya buat tambah-tambah saja. Ya yang nakal banyak, tapi nggak usah diceritain. Nggak enak teman sendiri," katanya.
Agus meminta namanya disamarkan. Dia malu kalau ketahuan komandannya masuk berita gara-gara ngojek. Tapi dia tak masalah kisahnya ditulis.
"Ya ini buat cerita saja. Nanti aku terkenal gara-gara sampeyan, bukan gara-gara prestasi tapi ngojek. Malu nanti disorakin," katanya sambil tertawa.
Agus bukan satu-satunya TNI yang jadi tukang ojek. Seorang anggota Kodim ada yang ngojek di kawasan Pondok Gede. Pria itu berpangkat Pembantu Letnan Dua. Tinggal menunggu waktu sebelum dirinya pensiun.
"Kalau malam saya ngojek. Kadang sampai jam 11.00 WIB, karena di sini kan jam segitu masih rame. Biasanya yang pulang kerja sampai malam dari Jakarta," katanya.
Tak ada perasaan malu dari bapak TNI itu. Menurutnya ngojek lebih baik daripada ngobyek jadi beking.
"Lho, cari uang nggak pakai seragam kok. Lebih bagus ngojek daripada nakut-nakutin orang sama ngawal-ngawal."
Kapuspen TNI Mayor Jenderal Fuad Basya yang diawancarai merdeka.com mengakui masih ada prajurit TNI terpaksa ngojek untuk menambah penghasilan. Walau secara aturan dilarang, tapi Fuad mengaku bisa memakluminya.
"Secara aturan tidak ada yang mengizinkan itu. Terutama para perwira karena sudah dicukupi dari tunjangan. Kalau prajurit kan tidak punya tunjangan jabatan, mungkin cari waktu bisa-bisa saja," kata Mayjen Fuad.
Sumber : Merdeka
No comments:
Post a Comment