Kuala Lumpur (MI) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ASEAN harus solutif dan ikut mengatasi konflik di kawasan, mengingat masih ada ancaman kemungkinan terjadi konflik terbuka. Oleh karena itu, diperlukan pembahasan yang konstruktif di antara para pemimpin jajaran ASEAN.
"Ini tidak berarti ASEAN melakukan intervensi pada urusan dalam negeri sebuah negara, dan juga tidak berarti pula mengambil alih urusan negara anggotanya. Sekali lagi, konsepnya adalah ASEAN ingin menjadi bagian dari solusi," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memberikan pidato pada acara penerimaan gelar doktor honoris causa dari Universiti Utara Malaysia (UUM), Rabu (19/12).
Presiden mengapresiasi pengalaman ASEAN ketika dihadapkan pada konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja, serta ketika Myanmar masih menghadapi sanksi dan embargo yang keras dari negara-negara Barat.
"Alhamdulillah, para pemimpin ASEAN bisa membangun semacam konsensus tentang bagaimana ASEAN dapat ikut menjadi solusi atas masalah yang dihadapi oleh sejumlah negara ASEAN tersebut. Pendekatan budaya dan cara begini, menurut pendapat saya, perlu kita jaga dan lakukan di masa depan," kata Presiden.
Presiden menambahkan, ke depan perlu manajemen konflik di tingkat kawasan mengingat meski saat ini telah memiliki arsitektur kerja sama dan instrumen yang bisa mencegah konflik terbuka dan benturan kekuatan di kawasan, namun hal itu tidak memberikan garansi bahwa konflik dan benturan kekuatan di kawasan tidak terjadi.
Hal ini karena negara-negara di kawasan memiliki perbedaan yang tidak sedikit, misalnya dari segi ideologi, sistem politik, kebijakan ekonomi, serta kebijakan dan strategi nasionalnya masing-masing.
"Di samping itu, jangan lupa, di antara negara-negara di kawasan ini masih ada yang memiliki akar konflik, seperti sengketa perbatasan, rivalitas, dan kompetisi politik, benturan kepentingan ekonomi dan energi, dan lain-lain. Juga ada negara yang di masa lalu pernah terlibat dalam konflik peperangan dengan negara lain di kawasan ini," kata Presiden.
Menurut situs resmi kepresidenan, gelar doktor honoris causa dari Universiti Utara Malaysia diberikan kepada SBY karena kontribusinya yang besar untuk kepemimpinan dalam perdamaian. Gelar tersebut diberikan langsung oleh Yang Dipertuan Agong Tuanku Abdul Halim Mu'adzam Shah selaku Conselor Universiti Utara Malaysia, di Istana Negara Malaysia, Kuala Lumpur.
Jaga Perdamaian
Wakil Rektor Universiti Utara Malaysia, Dato Mohamed Mustafa Ishak, menjelaskan bahwa pemberian gelar ini merupakan bentuk dorongan nyata Universiti Utara Malaysia yang mendukung Presiden SBY untuk tetap menjaga perdamaian dan keamanan.
Presiden Yudhoyono merupakan orang Indonesia pertama yang mendapat gelar honoris causa dari Universiti Utara Malaysia. "Saya merasa bangga menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar terhormat ini. Saya juga merasa bangga dapat bergabung dengan sederetan tokoh penting, seperti Margareth Thatcher, Tun Dr Mahatir Muhammad, dan Tun Abdullah Badawi yang telah mendapatkan penghargaan serupa," ujar Presiden SBY dalam sambutannya.
Universiti Utara Malaysia didirikan pada tahun 1984 dan merupakan universitas negeri keenam Malaysia yang berada di Sintok, Kedah Darul Aman. Universiti Utara Malaysia dirancang khusus sebagai universitas manajemen dan ini tercermin dalam penyusunan berbagai macam program akademik dan kurikulum. Universiti Utara Malaysia memiliki sertifikasi MS ISO 9001: 2008. Program yang ditawarkan memenuhi persyaratan Badan Kualifikasi Malaysia (MQA) dan berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia.
Upacara pemberian gelar kehormatan ini dihadiri seluruh civitas akademika Universiti Utara Malaysia. Mendampingi Presiden SBY, antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, Ketua DPR, Marzukie Alie, dan Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah.
Presiden Yudhoyono, Rabu siang sekitar pukul 13.45 waktu Malaysia, meninggalkan Kuala Lumpur, Malaysia, menuju New Delhi, India, untuk melanjutkan kunjungan kerjanya. Presiden dan rombongan menempuh perjalanan sekitar lima jam sebelum tiba di New Delhi.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah, menjelaskan bahwa Presiden Yudhoyono dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-India yang akan berlangsung di New Delhi. KTT ASEAN-India tersebut, terkait peringatan 20 tahun hubungan India dengan organisasi negara-negara Asia Tenggara tersebut.
"Kehadiran Presiden Yudhoyono di New Delhi, India, dalam rangka peringatan 20 tahun kerja sama ASEAN-India, merupakan wujud komitmen Indonesia untuk terus memajukan kerja sama dan kemitraan ASEAN dan India. Selain itu, pertemuan ini juga akan dimanfaatkan untuk menetapkan visi masa depan hubungan ASEAN-India," kata Faizasyah.
Presiden dan rombongan dijadwalkan tiba kembali di Tanah Air pada Jumat (21/12). Dalam kunjungan kerjanya kali ini, Presiden tidak didampingi oleh Ibu Ani Yudhoyono yang sedang menantikan kelahiran cucu keduanya.
Sumber : Koran Jakarta
No comments:
Post a Comment