Jakarta (MI) : Sama seperti politik, tahun 2013 adalah tahun penting di bidang pertahanan. Ribuan item alat utama sistem senjata (alutsista) harus sudah hadir di Indonesia. Walaupun pengadaan alutsista tak terkait dengan keberlangsungan kabinet, namun pencapaian di tahun 2013 akan sangat menentukan pengadaan alutsista pada kabinet mendatang.
Maklum, di 2014, Indonesia tinggal menunggu kedatangan alutsista. Kontrak-kontrak pengadaan sudah harus selesai di 2013. Sambil tentu saja menutup kabinet Indonesia Bersatu jilid II dengan kado alutsista yang manis. Dan berharap, pada kabinet selanjutnya masterplan kekuatan pokok minimum (MEF) tetap dipertajam.
Membuka 2013, pemerintah menganggarkan APBN sebesar 77 triliun rupiah. Anggaran terbesar, bahkan dibandingkan untuk kepentingan pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan. Khusus untuk alutsista, pemerintah menyisihkan 36 triliun rupiah dari anggaran itu.
"Dengan jumlah itu, pemenuhan alutsista untuk mencapai MEF bisa jadi semakin cepat," kata pemerhati militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto. Apalagi, Presiden sudah berkomitmen mengucurkan dana 156 triliun rupiah hingga 2014 di luar pos APBN.
Jika pos lain sering tersandung di DPR, tidak dengan bidang pertahanan. Komisi I DPR yang membidangi pertahanan jauh-jauh hari sudah menyetujui sederet daftar belanja alutsista yang disodorkan Kementerian Pertahanan (Kemhan). "Tinggal pemilihan spesifikasi yang lebih teknis dan sejumlah item yang masih dibubuhi bintang (masih dipertanyakan)," kata Andi.
Tanda bintang itu, sebut Andi, dibubuhi karena belum adanya spesifikasi teknis. Contohnya, pengganti pesawat Fokker 100 yang jatuh. Kemhan belum mencantumkan apakah akan menggantinya dengan pesawat angkut CN 295 hasil kerja sama Airbus Military dengan PT Dirgantara Indonesia, atau pesawat angkut buatan Brazil/Italia.
Untuk 2013, anggaran pertahanan akan lebih banyak dialokasikan untuk TNI AD. Pembelian 100 main battle tank dari Jerman memang membutuhkan anggaran yang besar. Belum lagi beberapa senjata artileri dan kendaraan angkut personel. Persentasenya, TNI AD mendapatkan anggaran 40 persen, TNI AL dan TNI AU sebanyak 50 persen, sisanya untuk Mabes TNI.
Meski demikian, Andi melihat pemenuhan alutsista yang dilakukan pemerintah masih sesuai dengan rencana strategis hingga 2024. "Memang ada beberapa yang dipercepat, seperti pengadaan Leopard, tapi tak menyimpang," ujar dia.
Dia memuji Kemhan yang akhirnya mampu membuat perencanaan jangka menengah dan panjang untuk pemenuhan MEF. "Itu artinya, kita tak lagi didikte oleh broker-broker senjata," kata Andi.
Opimistis
Panglima TNI Agus Suhartono justru optimistis pemenuhan MEF bisa lebih cepat dari yang direncanakan. "Saya berharap sebelum 2024 akan tercapai MEF," kata dia.
Menurut dia, desain MEF yang telah dibuat pemerintah telah memperhitungkan ancaman perbatasan, ancaman dalam negeri, penegakan hukum laut, dan perbantuan keamanan ke kepolisian. "Sedangkan yang tak terprediksi akan dihitung ulang," kata dia.
Namun, pencapaian kebutuhan alutsista ini bukan tanpa kritik. Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, berharap pemerintah lebih memprioritaskan pengadaan alutsista di laut dan udara. Apalagi, Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut jauh lebih besar dari daratan.
Imparsial mencatat sejumlah alutsista yang dipertanyakan transparansinya, khususnya mengenai pembelian sukhoi. Yang terbaru, adalah pembelian Kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) dari Belanda.
Di luar pencapaian MEF, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin pertahanan Indonesia lebih berperan aktif dalam perdamaian dunia pada 2013. "Kita ingin mempererat kerja sama pada operasi militer, selain perang dan operasi penjagaan perdamaian," kata dia. Niat itu sudah sedikit terwujud dengan didirikannya Pusat Pemeliharaan Perdamaian, di Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Presiden tak melupakan kesejahteraan prajurit. Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik memungkinkan pemerintah meningkatkan gaji, upah lauk-pauk, dan tunjangan bagi prajurit. "Asuransi kesehatan pada 1 Januaari 2014 akan kita berlakukan. TNI dan keluarga akan included di situ," jelas dia.
Pemerintah tak melupakan pembangunan perumahan prajurit. "Banyak perwira maupun bintara yang harus bertugas 24 jam per hari, tapi tak memiliki tempat tinggal. Di sisi lain, masih ada rumah dinas yang ditempati mereka yang sudah tidak aktif," jelasnya.
Presiden juga menyoroti perlunya dibangun sarana dan prasana di perbatasan, seperti Indonesia dengan Malaysia dan Indonesia dengan Papua Nugini, dan pulau-pulau terdepan seperti di Miangas. "Saya melihat perlu juga dibangun yang sifatnya nonmiliter, misalnya pasar, puskesmas, sekolah," kata dia.
Sumber : Koran Jakarta
No comments:
Post a Comment