Thursday, November 27, 2014

Warga di Perbatasan RI-Timor Leste Kehilangan Lahan 60 Hektar


KUPANG (MI) : Warga Desa Haumeni Ana, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan Sub Distrik Pasabe, Distrik Oekusi, Timor Leste, merasa dirugikan karena kehilangan lahan seluas 60 hektar.

Warga kehilangan lahan itu akibat dari pembuatan peta batas negara yang tidak melibatkan pemerintah dan tokoh masyarakat setempat.

“Tokoh masyarakat dan pemerintah daerah menolak peta perbatasan yang dikeluarkan pemerintah pusat yang tanpa melibatkan masyarakat adat dalam proses penentuan batas negara. Masyarakat Kabupaten TTU sangat rugi dengan keputusan pemerintah pusat karena kehilangan tanah seluas 60 hektar yang masuk ke wilayah RDTL,” ujar anggota DPRD Provinsi NTT dari Fraksi PAN, Angelino Da Costa ketika menghubungi wartawan dari perbatasan, Rabu (26/11/2014).

Bersama anggota dewan lainnya, Angelino saat itu tengah melakukan kunjungan kerja selaku anggota DPRD Provinsi NTT di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) selama beberapa hari ke depan. Menurut Angelino, seharusnya pemerintah pusat menghargai masyarakat perbatasan dalam menyelesaikan masalah batas negara melalui pendekatan adat istiadat dan budaya setempat.

“Masyarakat kedua negara ini secara adat dan sejarah masih ada hubungan kekerabatan yang sangat erat,” kata Angelino.

Peta perbatasan kedua negara di wilayah itu, kata Angelino, dikeluarkan pemerintah pusat pada tahun 2013 namun tidak melibatkan tokoh adat dan masyarakat setempat. Hal itu membuat masyarakat rugi karena kehilangan lahan karena masuk ke wilayah Timor Leste.

Karena itu, masyarakat setempat meminta DPRD NTT untuk menyampaikan persoalan itu ke pemerintah pusat dan Departemen Luar Negeri serta pihak terkait agar batas tanah kedua negara itu bisa ditinjau kembali.

“Masyarakat bahkan menuntut agar bila perlu dibawa ke Mahkamah Internasional karena keputusan pemerintah pusat sepihak dan tidak melibatkan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat yang ada di daerah perbatasan kedua negara,” terangnya.

Angelino menyatakan, akan berkoordinasi dengan Komisi I DPR RI untuk segera menuntaskan masalah itu karena masyarakat Haumeni Ana dan Pasabe, Oekusi sewaktu-waktu bisa berkonflik akibat perebutan batas negara.



















Sumber :  KOMPAS

4 comments:

  1. Hebat ya pemerintah pusat setiap ada sengketa pasti merugikan rakyat terutama yang tinggal diperbatasan, lebih baik jadi WNA daripada WNI jika dianak tirikan, semoga negara ini pecah spt UNI Soviet kalo mau makmur dan sejahtera

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saat negara dalam kondisi terpuruk, catatlah nama Anda sebagai pejuang yang membela keadilan, ikut memberantas korupsi dan kemiskinan. Jangan kita kabur keluar dari NKRI ketika negara sedang membutuhkan kita. Jika tidak, apa bedanya kita dengan seorang pengecut dan penghianat yang keluar dari medan perang???????

      Delete
  2. sudah cerita lama pusat jadi lembu peliharaan asing ...anak bangsa bertempur bukan di dukung malah di todong senjata .

    ReplyDelete
  3. Hebat anak2 bangsa di daerah masih nasionalismenya tinggi, oknum orang2 pusat sepertinya orang hebat2 ttp matahatinya sdh mati dan harus direvolusi mental he................he...................

    ReplyDelete